Selasa, 22 Desember 2015

Tana Toraja – Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Tana Toraja (PD IPM Tana Toraja) menyelenggarakan Pelatihan Kader Taruna Melati 1 dan 2 (PKTM 1 - 2) yang merupakan perkaderan formal di IPM sebagai salah satu bentuk proses pengkaderan IPM. PKTM 1 dan 2 ini berlangsung sejak hari Ahad, 21-25 Desember 2015. Kegiatan yang mengusung tema “Membangun Kepribadian Yang Berkualitas Dan Berkarakter Menuju Gerakan Pelajar Muslim Yang Berkemajuan” ini diikuti oleh 6 peserta PK TM I dan 10 PK TM 2 yang terdiri dari 1 Pelajar SMP sederajat dan 15 pelajar SMA sederajat dari Madrasah Aliyah Negeri Makale Kabupaten TanaToraja dan SMA 1 Makale. Menurut Master of Training PKTM 1, Ipmawan Satria, tema PKTM 1 dan 2 tersebut diangkat agar membangkitkan kembali budaya kritis dan berkarakter di kalangan pelajar Muhammadiyah Tana Toraja.
Kegiatan yang berlangsung di Madrasah Aliyah Negeri Makale ini memiliki 6 materi pokok yang didiskusikan oleh peserta. Materi-materi tersebut adalah Rukun Iman sebagai Paradigma Gerakan Ilmu, Ideologi Muhammadiyah, Falsafah Gerakan dan Perkaderan IPM, Manajemen Organisasi dan Analisis SWOT, Membangkitkan Semangat Keilmuan, serta Paradigma gerakan IPM Tana Toraja berbasis keummatan. Adapun pemateri untuk materi-materi tersebut adalahsebahagian dari Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Sulawesi Selatan (PW IPM SULSEL) yaitu Ipmawan Syamsul Bakri ,Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tana Toraja, serta Pimpinan Cabang dan Daerah Aisyiyah Tana Toraja .
Kegiatan PKTM 1 - 2 yang diketuai oleh Ipmati Intan Nurul ini membawa harapan besar akan munculnya kader-kader IPM yang kritis dan berilmu serta berkarakter, kuat dalam ideologi, rapi dalam organisasi, serta unggul dalam prestasi. “Harapan ke depannya adalah terwujudnya pelajar kritis yang dapat bersaing dengan perkembangan zaman, saat ini” demikian Ipmawati Intan menjelaskan ketika ditanya mengenai output yang diharapkan dari kegiatan PKTM 1-2 PD IPM Tana Toraja ini. 

Senin, 14 Desember 2015

Jakarta –  Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia kembali menobatkan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi kepemudaan (OKP) Berprestasi tahun 2015 memperebutkan Soegondo Djojopoespito Award (12/12/15). IPM berhasil menjadi juara I OKP berprestasi 2015 menggunguli organisasi lainnya setelah melalui proses penilaian selama 2 bulan terakhir.

Deputi  I Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Dr. Yuni Poerwanti mengatakan  pemilihan ini bertujuan untuk meningkatkan peran OKP dalam berkiprah di masyarakat dan menguatkan kualitas internal organisasi. “saya mengucapkan selamat kepada IPM menjadi Juara” ujar Yuni saat penganugerahan OKP Berprestasi 2015 di hotel Best Western Horitson Jakarta Utara.

Dalam pemilihan tersebut penilaian meliputi administrasi, kinerja organisasi, karya dan pelaksanaan program yang memberi dampak perubahan sosial. Juara dalam dalam kompetisi ini berkesempatan untuk mewakili Indonesia di ajang Internasional. Ketua Umum Pimpinan Pusat IPM Muhammad Khoirul Huda, mengatakan terpilihnya IPM sebagai OKP berprestasi 2015 diharapkan bisa memacu semangat kadef untuk terus berperan bagi kemajuan bangsa “penghargaan ini kami persembahkan kepada seluruh pelajar Indonesia dimanapun berada yang tiada henti membangun negeri dengan karya dan prestasi tanpa kenal lelah” ujarnya.

Program yang diajukan oleh IPM adalah Book On The Street yang merupakan kelanjutan dari program Rumah Baca dan gerakan Iqro yang pernah di canangkan oleh IPM sejak 2006. Program Book On The Street merupakan ikhtiar IPM untuk meningkatkan minat baca masyarakat dengan menghadirkan tempat baca di ruang publik. Atas keberhasilannya, IPM berhak mendapatkan uang pembinaan dari pemerintah sebesar Rp 40 juta. IPM juga akan mewakili Indonesia untuk mengikuti ajang ASEAN TAYO  (Ten Accomplished Youth Organization in Asean) mendatang.( By : PP IPM )

Surabaya - Jelang Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiiwil) se-Indonesia, yang akan digelar akhir bulan Desember 2015 ini, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), selenggarakan Seminar Nasional di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jawa Timur. Seminar ini mengankat tema “Politik Pendidikan di Era Jokowi”.  Ahad, (6/12).
Menurut Azaki Khoirudin (Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat IPM), Seminar ini bertujuan mengevaluasi 1 tahun kinerja pemerintah periode presiden Joko Widodo. Sebagai gerakan yang fokus di dunia pelajar IPM memandang penting untuk berbicara tentang pendidikan.
Lebih-lebih pada saat kampanye, Jokowi telah menjadikan Revolusi Mental sebagai alat untuk menarik simpati rakyat. Jika Jokowi serius dengan slogan Revolusi Mental, maka sudah seharusnya program-program Jokowi harus banyak diperioritaskan pada pendidikan. “Pelajar sering menjadi korban kebijakan, ganti menteri, ganti kebijakan” tuturnya.  Keadaan ini tak boleh dibiarkan,”tambah Azaki.
Seminar ini dibuka oleh Dr. Syamsuddin, M.Ag (Wakil Ketua Muhammadiyah Jawa Timur). Dalam sambutannya, ia berpesan kepada IPM sebagai generasi terdidik untuk bersikap kritis terhadap realitas sosial. Sebagai umat wasathan (tengahan) yang mampu menjadi penengah dan tampil sebagi generasi yang mampu menjawab tantangan umat, bangsa dan dunia, termasuk dunia pendidikan.
Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si (Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur) selaku pembicara pertama memulai dengan ilustrasi bahwa “Kemakmuran suatu bangsa tidak bergantung pada luasnya wilayah yang dimiliki bangsa tersebut, juga bukan pada kesuburan tanahnya. Kemakmuran suatu bangsa terletak pada jumlah pikiran yang terdidik dan moral yang tinggi.  Suatu bangsa yg jumlah penduduknya kecil ... bisa saja memiliki kemakmuran ygjauh lebih besar, serta memiliki kekuatan fisik dan moral yg lebih besar daripada bangsa besar jumlah penduduknya”.
Kegagalan pendidikansaat ini menurut Zainddin Maliki, diakibatkan beberapa hal seperti: moral dan mentalitas lemah, disiplin hilang, kecerdasan interpersonal lemah, disfunctional literacy karena gagal memberi 'pengetahuan  realitas', Illiterate, dan standart score test rendah. Baginya pendidikan yang baik, bukan bergantung pada kurikulum, tetapi dari pendidikan yang berangkat dari minat dan bakat siswa. Hingga ini Kemendikbud belum tuntas mengurus kurikulum. Pertanyaannya apakah Muhammadiyah tidak berani keluar dari kurikulum pemerintah? “Saya tidak percaya dengan Revolusi Mental,  Kalau evolusi mental baru ada, bagi saya mengubah mental  itu susah, lebih mudah mengubah fisik” tegasnya.
Zainuddin Maliki menawarkan beberapa solusi: pertama Membangun Masyarakat Pembelajar dengan memperbanyak toko buku dan perpustakaan. Kedua, mengembangkan pendidikan yang mendidik. Bukan sebaliknya pendidikan yang tidak mendididik.. Ketiga Transformasikan Survival Skillmenghadapi Abad 21/Era Globalisasi dengankurikulum progressive. Keempat, transfomasi Pendidikan Autentik, yaitu menajarkan apa yang ada dalam kehidupan (bukan hanya yang ada dalam kurikulum dan buku).Pendidikan Otentik dengan Pendidikan yang seolah-olah, dimana gurunya mengajar seolah-olah. Muridnya belajar seolah-olah. Jadi insinyur pun  yang seolah-olah.
Di sisi lain, sebenarnya program dan kinerja Jokowi mengamali paradok. Hal ini disampaikan oleh pembicara kedua Moh. Mudzakkir (Sosoiolog Pendidikan, yang juga Dosen Universitas Negeri Surabaya). Pada saat kampanye Jokowi memiliki Program Populis, yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai daya tarik politik kelas menengah ke bawah. Terdapat paradok di sini. Jika dulu SMK menjadikan Jokowi terkenal. Malah kini ada dalam visi misi Jokowi tidak ada untuk program SMK. Padahal SMK adalah kebutuhan riil untuk anak yang tidak bisa kuliah.
Selama ini “Pendidikan hanya sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan. Jangan heran jika ganti menteri, ganti kebijakan” tandas Moh. Mudzakkir. Pelajar dan dunia pendidikan selalu menjadi korban kebijakan yang salah. Misalnya problem karakter saat ini adalah terletak pada elit bangsa, politisi, akan tetapi malah pendidikan yang tidak salah menjadi obyek sasaran. Apartur negara yang tidak disiplin, malah rakyat yang disiplinkan. Pemimpin bangsa ini yang korupsi. Pelajar yang tidak bersalah menjadi korban kurikulum karanter dan pendidikan antikorupsi. Seharusnya yang dibereskan adalah elite negeri ini, bukan pelajar yang tak bersalah.
IPM Tentuharus menggalakkan danmeningkatkan tradisi membaca, pengadaan perpustakaan. Kalau komunis merebut alat-alat reproduksi. Maka IPM dengan paradigma kritisnya merebut alat produksi pengetahuan. Kampanye Buku, gerakan membaca.  Karena Revolusi Mental tak akan terjadi tanpa adanya budaya membaca dan literasi di masyarakat. (By : PP IPM)

Jumat, 30 Oktober 2015

Makassar- Negara besar seperti Indonesia ini membutuhkan peran Muhammadiyah sebagai kekuatan civil society yang mempunyai kontribusi riil di ranah sosial kemasyarakatan. Pendidikan dan kesehatan yang selama ini menjadi core Muhammadiyah telah memberikan sumbangsih besar pada Negara, dan menjadi kewajiban pemerintah untuk bahu membahu dengan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih maju. Hal tersebut disampaikan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo dalam silaturahim Pimpinan Pusat Muhammaadiyah di kantor Gubernur Jl. Jenderal Urip Sumohardjo, Makassar, Sulsel, Rabu (28/10). Hadir dalam silaturahim tersebut, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua PP ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini, Bendahara PP Muhammadiyah Marpuji Ali, Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, Ketua PP ‘Aisyiyah Siti Aisyah, Ketua Panitia Pusat Muktamar Muhammadiyah ke-47 Zamroni, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) SulSel Alwi Uddin, Ketua Panitia Penerima Muktamar Syaiful Saleh, dan jajaran Pimpinan Pusat dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah lainnya. Menurut Syahrul, akan ada banyak tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan, senergi antara pemerintah dan kekuatan ormas seperti Muhammadiyah menjadi hal yang sangat strategisi untuk menghadapinya. Syahrul berharap, dalam menghadapi era perdagangan bebas di wilayah ASEAN, Muhammadiyah dapat memberikan konsep dan langkkah strategis, karena apabila tidak dipersiapkan, dikhawatirkan bangsa Indonesia hanya akan menjadi penonton tanpa kekuatan produktif. Dalam kesempatan tersebut juga, Haedar Nashir atasnama Muhammadiyah menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan pada Gubernur Sulsel yang telah memberikan dukungan pada suksesnya penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah ke 47 yang dilaksanakan pada 3 – 7 Agustus 2015 lalu. Menurut Haedar, tanpa dukungan dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, perhelatan Musyawarah tertinggi di Muhammadiyah tersebut tidak mungkin akan dapat berjalan dengan baik. Besarnya peserta, dan banyaknya penggunaan fasilitas umum khususnya di Makassar dan sekitarnya akan menjadi hambatan apabila tidak ada dukungan pemerintah setempat. (PP Muhammadiyah)
Jakarta - Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan yang ke-70 Republik Indonesia, pelajar Muhammadiyah dan NU menggelar acara bersama. Kegiatan ini diinisiasi oleh Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), dan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU).

Acara yang diselenggarakan di gedung DPP KNPI Jl. Rasuna Said tersebut dihadiri oleh aktivis pelajar Muhammadiyah dan NU baik pusat maupun wilayah. Agenda tersebut diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur atas karunia kemerdekaan Republik Indonesia. Selain itu, dalam rangka mensyukuri suksesnya Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar dan NU ke-33 di Jombang beberapa waktu yang lalu.

"Ibarat burung garuda maka Muhammadiyah dan NU adalah sayap kanan dan kirinya, Sebagai organisasi yang lahir lebih dulu dari negeri ini, Muhammadiyah dan NU memiliki peran yang cukup besar mulai dari kemerdekaan Indonesia sampai hari ini, maka hal tersebut harus disyukuri," ujar Ketum IPM M. Khoirul Huda dalam keterangan persnya, Kamis (20/8/2015).

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka meneguhkan komitmen kebangsaan kaum muda khususnya Muhammadiyah dan NU untuk bersama-sama membangun bangsa Indonesia ke depan yang lebih baik.

"Anak muda harus saling berbagi, saling menghormati dan saling mendukung, dalam forum ini bukan hanya sekedar mensyukuri tapi juga menyiapkan diri apa yang bisa dilakukan untuk pelajar di negeri ini" imbuhnya.

Ketum IPNU Khoirul Anam juga menginginkan semangat kekeluargaan antar organisasi ini bisa terus terjaga. Dalam pembicaraannya ketum IPPNU Farida Farihah juga menyampaikan bahwa tradisi silaturahmi ini telah diwariskan oleh para leluhur teutama KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Ashari pendiri  Muhammadiyah dan NU. Pada sesi terakhir dilakukan potong tumpeng merah putih dilanjutkan makan malam dan ramah tamah, agenda serupa juga akan terus dilakukan secara periodik dengan isu dan agenda aksi strategis lainnya.
 (Sumber : Website PP IPM)

Sabtu, 26 September 2015

Kajian Intensif Ranting-Cabang
&- Rapat Konsolidasi
IPM Tana Toraja - Pimpinan Daerah IPM Tana Toraja 2015-2017 bersama Kajian Dakwah Islam
PD IPM Tana Torajamelaksanakan kajian Intensif ranting dan cabang pada hari/tanggal; Sabtu/27 September-2015 sepekan usai pelantikan di Ranting Salubarani Tendang Ku'lang  di Kediaman Pak Syarifuddin/ Ketua Umum PCM Mengkendek.Kajian dan rapat konsolidasi ini, diawali dengan kajian serta wejangan terlebih dahulu oleh ketua Umum PCM Mengkendek.
Pengajian-rapat konsolidasi kali ini di hadiri oleh beberapa struktural PD IPM Tana Toraja, PR IPM Tendang Ku'lang - Salubarani, PC IPM Makale, dan tentunya kegiatan ini juga turut hadir Ketua Umum PD IPM TanaToraja periode 2015-2017 (Ramadhan Palimbong).
Ketua PCM Mengkendek, Syarifuddin mengatakan, Pengajian Intensif ini danpertemuan-pertemuan seperti ini harus lebih galakkan bahkan, jikalau bisa agar kiranya IPM-pun turut serta hadir di pengajian-pengajiannya Muhammadiyah di tingkat cabang bersama Aisyiyah.
"Memang Muhammadiyah saat ini sangat membutuhkan kader yang dapat turut andil dalam meneyelesaikan berabagai persoalan Negeri ini,Negeri kita ini anandaku ...Negeri kita ini rusak hanya karena di-pimpin oleh mereka yang korup serta serakah dalam memimpin
makanya pengajian-pengajian semacam ini yang di galakkan oleh ananda-ananda di IPM setidaknya dapat meminimalisir persoalan-persoalan,bukan hanya berpikir tentang Ijazah yang hendak di terimah tetapi, tentang tanggung jawab atas pendidikan yang di emban"
Ketua PD IPM Tana Toraja/Ramadhan Palimbong, dalam sambutanny-pun mengatakan: "Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang harus lebih di gerakkan di IPM Tana Toraja, sebab haus akan nasehat serta haus akan Ilmu adalah tanda pribadi seorang pelajar.Olehnya beberapa agenda-punyang bernafaskan Islam harus kita galakkan di Tana Toraja utamanya di tengah-tengah kehidupan
pelajar di tana toraja"__ (Muh.Danial)

Minggu, 20 September 2015

Setelah lama dalam perundingan menata arah gerak IPM TanaToraja dua tahun ke-depan dalam forum Raker hari Ahad 20-september-2015,  Ketua PD IPM Tana Toraja(Ramadhan Palimbong) tengah sibuk dengan sejumlah persiapan dalam menata kembali pola pergerakan IPM TanaToraja kedepan berbagai usulan program kerja-pun kembali di telaah dengan sejumlah pertimbangan dari beberapa anggota dan pimpinan PD IPM Tana Toraja.

"Lewat Raker kali ini kita lebih mengarah pada gerakan yang lebih memprioritaskan pengembangan kader,Olehnya kita harus dapat memberikan warna dalam perjuangan IPM Tana Toraja di periode kali ini," (Ujar Ramadhan dalam wawancaranya). (Muh. Danial)
Doc.Pelantikan
Pelantikan PD IPM Tana Toraja 2015-2017 tampak peserta memenuhi ruang pelantikan
di Pusat Dakwah Muhammadiyah Tana Toraja. marak Sabtu 19-September-2015 dengan
riukan sejumlah peserta yang turut hadir dalam pelantikan kali ini dari sejumlah Ortom Muhammadiyah dan
OKP se-Tana Toraja.
Pelantikan kali ini tampak bedah dengan suasana pelantikan beberapa periode sebelumnya, Sebab kali ini Pelantikan di hadiri oleh beberapa Organisasi kepelajaran dan pemuda se-tana toraja termasuk KNPI, BKPRMI dan beberapa OKP Lainnya turut hadir menghadiri dan menyemarakkan Pelantikan PD IPM Tana Toraja ini. Tak lupa juga beberapa kader yang telah lama tak tampak-pun kini hadir dalam pelantikan kali ini.
"Suatu kebanggaan bagi PD IPM Tana Toraja jikalau dapat hadir dengan sejumlah terobosan terbaru dengan tema yang di usung dalam pelantikan ini, dimana Pengembangan Kreatifitas dan Intelektualitas dalam tema yang di usung padapelantikan ini setidaknya dapat mengawali perjuangan kalian dalam mewujudkan Pelajar yang berkemajuan, Kepada para angkatan mudah
Muhammadiyah termasuk anak-anakku di IPM saya bahkan berpikir saya tantang kalian siapa yang punya terobosan untuk dapat memanfaatkan Pusat Dakwah Muhammadiyah ini sebagai pusat kegiatan belajar dan bahkan saya menantang kalian yg punya otak-otak bisnis yang kuat mari kita manfaatkan Pusdam ini demi menunjukkan semangat perjuangan kalian"(Tegas Herman Tahir/Sekum PDM Toraja dalam sambutannya).
Kesempatan yang telah lama diharapkan kedatangannya-pun kini hadir menyapa perjuangan IPM yang sili berganti dengan berbagai fenomenayang kian mencengangkan banyak pikir. Namun, berbagai problem itu tak dapat membendung derasnya semangat para anggota dankader IPM Tana Toraja untuktetap eksis di tengah kehidupan minoritas. Kuantitas memang tampak rendah dan bahkan merosot dari periode ke-periode namun hal itu takmenyurutkan semangat PD IPM Tana Toraja untuk
tetap hadir mengawali perjuangan pelajar Muslim di Tana Toraja. (Muh.Danial)

Rabu, 09 September 2015

Berbakti kepada orang tua, memang dianjurkan oleh Allah SWT. Namun apakah berbakti dalam hal ini dilakukan secara mutlak? Jawabannya, tidak. Selama itu dalam ketaatan pada Allah atau masih dalam kebaikan, maka perintah mereka dituruti. Jika mereka memerintahkan dalam syirik, maksiat dan bid’ah, maka tidaklah ada ketaatan.
Lantas, bagaimanaka jika orang tua kita adalah non muslim? Pastinya, tetap ada kewajiban berbuat baik dan mentaati mereka selama tidak menuruti ajaran agama mereka atau turut serta dalam perayaan dan ritual ibadah mereka. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku (Allah) sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Lukman: 15).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Jika kedua orang tua memaksamu agar mengikuti keyakinan keduanya, maka janganlah engkau terima. Namun hal ini tidaklah menghalangi engkau untuk berbuat baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf (dengan baik)” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 54).
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Janganlah engkau menyangka bahwa taat kepada keduanya dalam berbuat syirik adalah bentuk ihsan (berbuat baik) kepada keduanya. Karena hak Allah tentu lebih diutamakan dari hak yang lainnya. Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat pada al Kholiq (Sang Pencipta)”.
Syaikh As Sa’di rahimahullah kembali menjelaskan, “Allah Ta’ala tidaklah mengatakan: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka durhakailah keduanya. Namun Allah Ta’ala katakan, janganlah mentaati keduanya, yaitu dalam berbuat syirik. Adapun dalam berbuat baik pada orang tua, maka tetap ada.”
Karena selanjutnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”. Adapun mengikuti mereka dalam kekufuran dan maksiat, maka jangan” (Taisir Al Karimir Rahman, 648).
Lihatlah kisah teladan berikut ini sebagaimana dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shohihnya dari Mush’ab bin Sa’ad dari ayahnya (yaitu Sa’ad) bahwa beberapa ayat Al Qur’an turun padanya. Dia berkata,
حَلَفَتْ أُمُّ سَعْدٍ أَنْ لاَ تُكَلِّمَهُ أَبَدًا حَتَّى يَكْفُرَ بِدِينِهِ وَلاَ تَأْكُلَ وَلاَ تَشْرَبَ. قَالَتْ زَعَمْتَ أَنَّ اللَّهَ وَصَّاكَ بِوَالِدَيْكَ وَأَنَا أُمُّكَ وَأَنَا آمُرُكَ بِهَذَا. قَالَ مَكَثَتْ ثَلاَثًا حَتَّى غُشِىَ عَلَيْهَا مِنَ الْجَهْدِ فَقَامَ ابْنٌ لَهَا يُقَالُ لَهُ عُمَارَةُ فَسَقَاهَا فَجَعَلَتْ تَدْعُو عَلَى سَعْدٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى الْقُرْآنِ هَذِهِ الآيَةَ (وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا) (وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِى) وَفِيهَا (وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوفًا)
Ummu Sa’ad (Ibunya Sa’ad) bersumpah tidak akan mengajaknya bicara selamanya sampai dia kafir (murtad) dari agamanya, dan dia juga tidak akan makan dan minum. Ibunya mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah mewasiatkan padamu untuk berbakti pada kedua orang tuamu, dan aku adalah ibumu. Saya perintahkan padamu untuk berbuat itu (memerintahkan untuk murtad).”
Sa’ad mengatakan, “Lalu Ummu Sa’ad diam selama tiga hari kemudian jatuh pingsan karena kecapekan. Kemudian datanglah anaknya yang bernama ‘Amaroh, lantas memberi minum padanya, namun ibunya lantas mendoakan (kejelekan) pada Sa’ad. Lalu Allah menurunkan ayat,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya” (QS. Al ‘Ankabut: 8). Dan juga ayat,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku” (QS. Lukman: 15), yang di dalamnya terdapat firman Allah,
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (QS. Lukman: 15). Lalu beliau menyebutkan lanjutan hadits.
Karenanya, tidak ada ketaatan kepada kedua orang tua dan selainnya dalam melakukan kesyirikan, kemungkaran, bid’ah, kesesatan, dan maksiat. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُطِيعُوا أَمْرَ الْمُسْرِفِينَ , الَّذِينَ يُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ وَلَا يُصْلِحُونَ
“Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan” (QS. Asy Syu’ara: 151-152).
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS. Al Kahfi: 28).
Juga dalam hadits disebutkan,
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)” (HR. Bukhari no. 7257).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat” (HR. Bukhari no. 7144).
Oleh sebab itu, adapun etika atau adab kita sebagai Muslim terhadap orang tua yang Non Muslim adalah dengan tetap mentaatinya dalam kebaikan, dengan memperhatikan batasan-batasan tertentu khususnya dalam hal syariah. (Sumber : Aktual.com)
Alkisah pada suatu hari, ada seorang lelaki yang tidak berkenan pada sikap istrinya yang mengikuti ajaran seorang Sufi. Di mana, sosok Sufi tersebut dikenal bijaksana dan zuhud dalam menjalani hidupnya.
Mengingat hal itu, dengan kesal sang suami pun datang ke tempat sufi tersebut mengajar. Karena kekesalannya, lelaki itu memaki-maki Sang Sufi dan meludahi wajahnya di depan murid-muridnya.
Akibat perbuatan itu, murid-murid sang sufi sontak sangat marah atas penghinaan itu dan ingin menangkap dan menghukum lelaki tersebut. Namun Sang Guru mencegah dan berkata: ”Biarkanlah, itu sudah berlalu.”
Dengan kesal para murid melepaskan lelaki tersebut. Sadar akan bahaya yang baru saja lewat dan mendapati dirinya malah diselamatkan, lelaki itupun menyesal. Apalagi kemudian diketahuinya bahwa ternyata sang Sufi benar-benar orang bijaksana.
Pada keesoka harinya, lelaki itu kembali mendatangi tempat Sang Sufi mengajar, dan bersimpuh di hadapannya seraya berucap maaf, ”Ampunilah aku atas kekurangajaranku.”
Sufi itu mengenali lelaki itu dan berujar, ”Tapi untuk apa aku mengampunimu? Bukankan engkau tak memiliki kesalahan apapun padaku?”
Lelaki itu menjawab, ”Tapi akulah yang menghina Guru kemarin, apakah Guru tidak mengenaliku lagi?”
Sang Sufi tersenyum dan berkata: ”Ketahuilah saudaraku, aku masih mengenali wajahmu. Hanya saja aku yang hari ini sudah bukan aku yang kemarin lagi. Kita mengalir dalam kehidupan bersama berjalannya waktu. Kita selalu terlahir baru setiap hari, maka peristiwa yang sudah berlalu biarlah berlalu. Aku yang hari ini adalah aku yang baru, aku yang anda hinakan itupun sudah tidak ada lagi. Demikian pula dengan anda, anda yang menghina aku kemarin adalah orang yang berbeda dengan anda hari ini. Dan anda yang hari ini tidak berhutang maaf padaku. Tidak ada yang perlu dimaafkan.”
Itulah sekelumit kisah seorang sufi, yang tidak menanam kemarahan dan dendam meski orang lain menghinakan dirinya.
Alangkah nikmatnya dunia ini jika setiap manusia memiliki sifat seperti sufi itu, sehingga dunia ini menjadi aman, tentram dan damai (Sumber : Aktual.com)

Selasa, 08 September 2015

By. Rhoyy Tetsuya
Model Dakwah Pelajar Progresif adalah secercah harapan ummatSebagai seorang manusia yang mulia, yang semua tingkah lakunya dibimbing wahyu, Rasulullah Muhammad SAW menyebarkan risalah Islam sebagai “obat” bagi berbagai penyakit masyarakat. Kemusyrikan dan kemaksiatan beliau berantas sampai tuntas. Usaha perbaikan dan perubahan masyarakat tersebut sangat terkait dengan peranan pemuda. Sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Sejarah mencatat,seorang pemuda yang berhasil mewujudkan Bisyarah Rasulullah SAW tentanag penaklukan kota Konstantinopel. Sejak kecil ia telah dididik oelh ulama-ulama besar pada zamannya yang tidak hanya memiliki kemampuan dalam beragama dan ilmu islam, tetapi juga membentuk mental pembebas pada diri Muhammad Al-Fatih. Oleh karen itu tidak mengherankan pada saat dia berusia kurang dari 17 tahun ia telah menguasai 7 bahasa dan telah memimpin ibukota kesulatanan Ustamani di Adrianopel an beliau tidak pernah meninggalkan Sholat rawatib dan tahajjudnya untuk menjaga kedekatannya dengan Allah dan senantiasa memohon kepada Allah akan keinginannya yang kuat untk menaklukkan  Konstantinopel Dari sudut ini dapat dilihat betapa kehadiran pemuda sebagai penggerak perubahan di dalam masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar dalam Islam. Tidak hanya sekedar memiliki peran untuk memobilisasikan kesadaran umat saja. Pemuda juga dianggap memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk menghadapi krisis yang melanda masyarakatnya. Ia berfungsi sebagai unsur perubah masyarakat (Anasirut Taghyir), pembaharu umat (Tajdidul Ummat), dan faktor penting dalam usaha perbaikan ummat (Islahul Ummat).Melihat kondisi ini, dakwah di kalangan pemuda terpelajar adalah suatu hal yang amat sangat maha penting sekali. Mengabaikan dakwah di sektor ini bagaikan seorang kelaparan yang mengabaikan pohon padi hijau di lahan sawah yang subur. Tahukah kita bahwa 20-30 tahun ke depan, nasib umat ini tidak lagi ditentukan oleh tokoh-tokoh yang sekarang mengatur percaturan politik negeri ini. Pada saat itu, sangat mungkin mereka telah loyo ataupun ditarik dari peredaran. Saat itu adalah masa bagi tokoh-tokoh muda, yang saat ini barangkali masih menjadi pelajar sekolah. Tiada lagi pilihan bagi kita selain “dakwah!”. Model dakwah progresif yang bisa dilakukan oleh pelajar antara lain:
1. Pemanfaatan Teknologi Modern sebagai Media Dakwah
Salah satu sasaran yang efektif untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi harus dimanfaatkan oleh aktivis dakwah sebagai media dalam melakukan dakwah Islam, sebab dengan cara demikian ajaran agama Islam dapat diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran dakwah dalam skala luas. Dalam hal ini, lembaga-lembaga dakwah masih banyak yang belum dapat memanfaatkan akses teknologi informasi secara maksimal, begitu juga dengan penyediaan dakwah modern.
a. Dakwah Digital
Fenomena dakwah digital tersebut memang berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi informasi di dunia. Internet baru masuk ke Indonesia pada tahun 1994. Kemudian pada sekitar tahun 1998-1999 bermunculanlah situs-situs Islam di Indonesia seperti, MyQuran.com, Ukhuwah.or.id, MoslemWorld.co.id, IndoHalal.com., arrahmah.com, voaofislam.com, media islam.net dan situs-situs Islami yang lain. Situs-situs tersebut tidak sekedar situs-situs institusi Islam, tetapi berisi aneka informasi dan fasilitas yang memang dibutuhkan oleh umat Islam.  Masuknya Internet dalam aspek kehidupan umat Islam mulai menggeser pemikiran-pemikiran lama. Menjadi santri kini tidak harus diidentikkan dengan sarung dan mengaji di langgar saja. Kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai seorang muslim ternyata sama pentingnya dengan dakwah itu sendiri.  Dari sekelumit pembahasan tentang penggunaan internet di Indonesia di atas, maka dapat ditarik satu pemahaman umum bahwa Internet memang merupakan media yang efektif bagi dakwah dan penyebaran informasi. Meskipun demikian Internet tidak akan bisa menggantikan peran ulama, kiai dan ustadz. dengan kita liat perkembangan zaman pada saat inii kita bisa mengunakan strategi dakwah dikalangan remaja dengan mengunakan media masa atau internet, tulisan-tulisan yang ilmiah setara dengan perkembangan remaja masa kini, dakwah seperti inilah yang sangat praktis, modern, cara penyampaiannya. Dengan fasilitas yang sangat canggih inilah kita bisa mendakwai para remaja dengan internet, misalnya: berdakwah di facebook, twwiter, dan lain-lain yang berkaitan dengan internet, cara ini atau metode inilah tidak membutuhkan waktu,tempat tertentu, kita bisa melakukannya kapan pun kita mau, lain halnya dengan dakwah langsung bil lisan yang sangat membutuh kan tempat, waktu, dan kondisi tertentu. Dari cara inilah kita harapkan para remaja masa kini menyukai dan tersentuh hatinya dalam membacanya, dan dapat berubah pergaulannya dengan apa yang kita inginkan, karna seorang pemuda itu adalah cermin maju tidaknya Negara kita yang akan dating semua itu dapat kita lihat dari para pemuda pemudi suatu Negara.
b. Televisi dan Radio
Di beberapa daerah, masyarakat di Indonesia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk melihat televisi dan mendengarkan radio. Apabila dakwah Islam dapat memanfaatkan media ini dengan efektif, maka secara otomatis jangkauan dakwah akan lebih luas dan kesan keagamaan yang ditimbulkan akan lebih dalam. Namun seberapapun besar keunggulan media televisi dan radio, belum mampu merangkum beberapa keunggulan dalam media massa lainnya terutama media cetak seperti surat kabar, koran dan lain sebagainya.
Dalam menyampaikan materi dakwahnya, para da’i harus sanantiasa merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits. Keduanya harus menjadi pegangan dalam setiap aktivitas dakwah apapun, di manapun, kapanpun dan menggunakan media apapun termasuk televisi dan radio. Dalam menyampaikan materi dakwahnya, Al-Qur’an terlebih dulu meletakan prinsipnya bahwa manusia yang dihadapi adalah makhluk yang terdiri atas unsur jasmani, akal dan jiwa, sehingga ia harus dilihat dan diperlakukan dengan keseluruhan unsur-unsurnya secara serempak. Baik dari segi materi maupun waktu penyajiannya.
c. Media Cetak
Berdakwah melalui media cetak juga merupakan metode yang efektif dalam menyebarkan dakwah. Sebagai contohnya adalah surat kabar atau koran. Berbeda dengan berdakwah pada media lainnya, surat kabar adalah salah satu sarana sumber informasi masyarakat yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembacanya. Berdakwah melalui koran dapat dilakukan dalam bentuk tulisan maupun gambar-gambar yang mendiskripsikan suatu ajaran dan aplikasinya bagi kehidupan umat manusia. Dakwah melalui koran lebih tepat dan cepat tersebar ke seluruh masyarakat, di samping itu masyarakat mudah memahaminya, sebab koran merupakan media yang telah mampu menjangkau keberadaan masyarakat. Oleh karena itu menulis pesan-pesan dakwah dalam sebuah koran maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu tulisan bernuansa dakwah itu akan dikonsumsikan kepada media apa, apakah media pers khusus Islam atau pers umum. Menulis dakwah untuk media pers khusus Islam memiliki teknik dan cara yang sedikit berbeda dengan menulis di media pers umum. Media khusus Islam pembacanya sudah jelas, sedang media pers umum pembacanya berasal dari beragam latar belakang kepercayaan. Jadi, menyebarkan dakwah dengan memakai ilmu jurnalistik harus memiliki sifat singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Sedang bahasa agama adalah bahasa yang mengedepankan kebenaran, kebersihan, tidak simpatik dan menyingkirkan kata-kata yang bernada hasutan.
2.      Metode Bil Hal
Dakwah bil hal atau dakwatul hal, adalah cara untuk menanamkan, meresapkan dan mengamalkan ajaran Islam dengan sebenarnya tanpa melalui banyak bicara, untuk pemenuhan kebutuhan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Karenanya tepat apabila pada era pembangunan dewasa ini, ditetapkan program dakwah bil hal sebagai prioritas dengan tujuan meningkatkan harkat dan martabat umat terutama dari golongan berpenghasilan rendah.
3.  Metode Ceramah
Yakni: Suatu cara lisan dalam rangka pengajian dakwah yang dilaksanakan oleh pelajar  kepada mereka yang menjadi sasaran dakwah (pelajar, atapun masyarakat luas secara umum) atau dapat dikatakan menyajikan keterangan kepada orang lain agar dapat dimengerti apa yang disajikan, metode ini sebagaimana telah disinggung dalam Al Quran surat An Nahl 125 dengan menggunakan (memberi nasehat yang baik). Akan tetapi metode ini hanya bisa dilaksanakan ketika ketika kita memiliki ruangan/ gedung misalnya ; mushollah sekolah, masjid dan lain-lain.
4.      Metode Tanya Jawab
Metode ini biasanya digunakan bersamaan dengan metode lain yaitu metode ceramah juga melengkapi metode di atas dalam rangka mencapai tujuan dakwah, tanya jawab wajar pula digunakan menyelingi pembicaraan-pembicaraan (ceramah) untuk menyemangatkan mad’u.
5.      Metode kajian (Mingguan/Bulanan)

Menggunakan metode kajian dalam menyampaikan dakwah dikalangan pelajar tentunya akan lebih baik dan mudah dialakukan, karena persiapan pelaksanaanya bisa jauh lebih matang. Metode kajian bisa dialksanaan dengan cara mengkaji kitab-kitab islam tertentu atau pun pemikirin-pemikiran para ulama.
“Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kamu tetap mengikuti mereka.” (HR. Bukhari)

Liberalisme kini telah menyelinap dan mewarnai berbagai sendi kehidupan, tidak hanya merasuki sistem ekonomi, hukum dan politik, tapi juga dapat dirasakan dalam aspek budaya yang kian hari makin terasa adanya pergeseran nilai. Salah satu budaya liberal yang begitu kental mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia adalah peringatan Hari Kasih Sayang atau lebih akrab dikenal dengan istilah Valentine’s Day.
Hari Kasih Sayang yang kerap kali dirayakan pada pertengahan bulan Februari kini sangat popular di kalangan generasi muda, bahkan telah merebak hingga di wilayah pelosok Indonesia. Terlebih lagi akhir-akhir ini banyak dijumpai jargon-jargon atau iklan-iklan untuk mengekspos dan melestarikan budaya penyembah berhala zaman Romawi kuno ini. Berbagai tempat hiburan mulai dari diskotik, hotel-hotel, organisasi-organisasi remaja, hingga mall, pusat perbelanjaan dan toko-toko kecil pun berlomba-lomba menawarkan acara untuk merayakan Valentine. Kehebohan pun menghiasi halaman-halaman media cetak dan elektronik yang turut larut dalam hingar-bingar ‘pembodohan’ itu. Sehingga tanpa disadari anak muda dan kelompok-kelompok pelajar pun terpengaruh dan dicekoki oleh iklan-iklan Valentine’s Day.
Kemeriahan ini memang sengaja dikemas dengan sebutan yang indah, yakni “Hari Kasih Sayang” yang mendorong orang-orang untuk merayakannya dengan nuansa kasih sayang.  Tidak sedikit pun orang menunggu hari ‘spesial’ itu untuk mengungkapkan cinta dan kasih sayangnya kepada orang-orang terdekat mereka khususnya pasangan ‘ilegal’nya. Sungguh ironis apabila orang ramai-ramai ‘terjun’ dalam perayaan Valentine tanpa mengetahui sejarah kelam dan tragedi yang melatarbelakangi history of Valentine’s Day tersebut.

Kampanye Seks Bebas
Hiruk pikuk menyambut Valentine’s Day yang diperingati setiap bulan Februari pada umumnya hanyalah salah satu sarana sekaligus momentum kampanye seks bebas, khususnya di kalangan generasi muda. Tak jauh berbeda dengan bulan Desember lalu ketika Menteri Kesehatan menetapkan Pekan Kondom Nasional yang mengsosialisasikan seks ‘bebas’ yang aman. Memang tak bisa dipungkiri bahwa kehebohan Valentine’s Day pada umumnya sarat dengan pornoaksi. Hal ini bisa dilihat dari laris manisnya penginapan dan tempat-tempat pelesiran yang dipesan dan didatangi oleh pasangan muda-mudi dan pria-wanita dewasa selama moment valentine. Omset penjualan kondom yang melonjak juga menandakan bahwa perayaan Hari Kasih Sayang ini tidak jauh dari aktivitas free sex tersebut. Suasana Valentine’s Day memang didesain erotis, ditambah dengan budaya konsumsi coklat yang mengandung Phenylethylamine dan Seratonin yang disebut-sebut dapat memacu gairah ekstase dan erotis. Bahkan, moment konyol ini dianggap sebagai hari pembuktian cinta dan kasih sayang, sehingga sarat dengan pornoaksi dan desakralisasi keperawanan yang mengatasnamakan cinta.

Liberalisasi Budaya
Perilaku seks bebas yang marak terjadi pada saat Valentine’s Day tentunya dipengaruhi oleh budaya liberal. Proses kemunculan dan menyebarnya budaya liberal di negeri ini bukanlah proses yang berlangsung alami, tetapi merupakan hasil dari proses liberalisasi budaya yang dijalankan secara sistematis dan terorganisir.
Budaya liberal atau budaya bebas itu bukanlah berasal dari nilai-nilai luhur dan religius yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini. Budaya itu merupakan konspirasi para ‘penjahat’ yang mengusung nilai-nilai liberal kemudian ‘dipaksakan’ masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Liberalisasi budaya juga tidak jauh-jauh dari rekayasa orang-orang ‘jahat’ yang ingin menghancurkan moral generasi muda.
Agenda liberalisasi budaya terhadap Negara-negara mayoritas Muslim tidak lepas dari motif penjajahan. Dengan liberalisasi budaya itu masyarakat umum di negeri ini dan generasi muda pada khususnya akan kehilangan identitasnya lalu meninggalkan keluhuran budaya dan nilai-nilai religius bangsa ini, bahkan dengan bangga mengekor dan menelan bulat-bulat budaya dari luar tanpa mempertimbangkan halal atau haramnya. Hal tersebut telah dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: “Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka (Yahudi dan Nasrani).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Liberalisasi budaya tersebut telah dikemas dalam berbagai program berskala internasional yang dikawal oleh PBB dan lembaga-lembaga internasional lainnya. PBB mengeluarkan berbagai konvensi dan kesepakatan internasional terkait dengan isu Hak Asasi Manusia, kesetaraan gender dan lain-lain yang esensinya sama-sama menuntut kebebasan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Kemudian negara-negara Dunia Ketiga, termasuk negeri-negeri Muslim ‘dipaksa’ meratifikasi semua itu. Maka lahirlah berbagai Undang-Undang yang melegalkan kebebasan, bahkan sosialisasi seks ‘bebas’ yang aman telah dilegitimasi oleh pemerintah di negeri berbudaya ini lewat program kondomisasi. Dan yang paling nampak setiap memasuki bulan Februari adalah adanya kemasan sebuah moment kematian yang turut dirayakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dengan sebutan Valentine’s Day, bahkan saat ini telah menggiring opini publik dan diyakininya sebagai hari kasih sayang. Liberalisasi budaya telah merebak secara luas di tengah masyarakat Indonesia dan telah menelan banyak korban, di antaranya puluhan ribu orang terkena HIV/AIDS, ratusan gadis belia yang telah melakukan aborsi, jutaan anak-anak muda pecandu narkoba yang hancur masa depannya, ribuan anak-anak terlantar, ratusan wanita yang diperjualbelikan dan dieksploitasi, bahkan kejahatan seksual marak terjadi di mana-mana. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan umat dan menjaga keluhuran budaya serta nilai-nilai religius bangsa ini seharusnya setiap masyarakat, khususnya generasi muda kembali pada tatanan kehidupan berdasarkan prinsip suci dan nilai-nilai Islam karena hal tersebut merupakan satu-satunya solusi bagi seluruh problem dan persoalan hidup manusia. Dengan demikian, hendaknya setiap masyarakat mampu memilih dan memilah berbagai pengaruh yang meluncur bebas masuk di Indonesia, begitu pun dengan generasi muda agar tidak latah dan tidak serta merta mengikuti gaya hidup orang-orang luar yang bertentangan dengan nilai-nilai religius bangsa ini. Say No to Valentine!


sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/02/11/46147/valentines-day-dan-liberalisasi-budaya/
PD IPM TANA TORAJA. Diberdayakan oleh Blogger.

Random Posts

News

Design

Popular Posts

Info Pelajar Indonesia

1. _____________

2. _____________

3. _____________

4. _____________

5. _____________