Selasa, 22 Desember 2015

Tana Toraja – Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Tana Toraja (PD IPM Tana Toraja) menyelenggarakan Pelatihan Kader Taruna Melati 1 dan 2 (PKTM 1 - 2) yang merupakan perkaderan formal di IPM sebagai salah satu bentuk proses pengkaderan IPM. PKTM 1 dan 2 ini berlangsung sejak hari Ahad, 21-25 Desember 2015. Kegiatan yang mengusung tema “Membangun Kepribadian Yang Berkualitas Dan Berkarakter Menuju Gerakan Pelajar Muslim Yang Berkemajuan” ini diikuti oleh 6 peserta PK TM I dan 10 PK TM 2 yang terdiri dari 1 Pelajar SMP sederajat dan 15 pelajar SMA sederajat dari Madrasah Aliyah Negeri Makale Kabupaten TanaToraja dan SMA 1 Makale. Menurut Master of Training PKTM 1, Ipmawan Satria, tema PKTM 1 dan 2 tersebut diangkat agar membangkitkan kembali budaya kritis dan berkarakter di kalangan pelajar Muhammadiyah Tana Toraja.
Kegiatan yang berlangsung di Madrasah Aliyah Negeri Makale ini memiliki 6 materi pokok yang didiskusikan oleh peserta. Materi-materi tersebut adalah Rukun Iman sebagai Paradigma Gerakan Ilmu, Ideologi Muhammadiyah, Falsafah Gerakan dan Perkaderan IPM, Manajemen Organisasi dan Analisis SWOT, Membangkitkan Semangat Keilmuan, serta Paradigma gerakan IPM Tana Toraja berbasis keummatan. Adapun pemateri untuk materi-materi tersebut adalahsebahagian dari Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Sulawesi Selatan (PW IPM SULSEL) yaitu Ipmawan Syamsul Bakri ,Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tana Toraja, serta Pimpinan Cabang dan Daerah Aisyiyah Tana Toraja .
Kegiatan PKTM 1 - 2 yang diketuai oleh Ipmati Intan Nurul ini membawa harapan besar akan munculnya kader-kader IPM yang kritis dan berilmu serta berkarakter, kuat dalam ideologi, rapi dalam organisasi, serta unggul dalam prestasi. “Harapan ke depannya adalah terwujudnya pelajar kritis yang dapat bersaing dengan perkembangan zaman, saat ini” demikian Ipmawati Intan menjelaskan ketika ditanya mengenai output yang diharapkan dari kegiatan PKTM 1-2 PD IPM Tana Toraja ini. 

Senin, 14 Desember 2015

Jakarta –  Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia kembali menobatkan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi kepemudaan (OKP) Berprestasi tahun 2015 memperebutkan Soegondo Djojopoespito Award (12/12/15). IPM berhasil menjadi juara I OKP berprestasi 2015 menggunguli organisasi lainnya setelah melalui proses penilaian selama 2 bulan terakhir.

Deputi  I Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Dr. Yuni Poerwanti mengatakan  pemilihan ini bertujuan untuk meningkatkan peran OKP dalam berkiprah di masyarakat dan menguatkan kualitas internal organisasi. “saya mengucapkan selamat kepada IPM menjadi Juara” ujar Yuni saat penganugerahan OKP Berprestasi 2015 di hotel Best Western Horitson Jakarta Utara.

Dalam pemilihan tersebut penilaian meliputi administrasi, kinerja organisasi, karya dan pelaksanaan program yang memberi dampak perubahan sosial. Juara dalam dalam kompetisi ini berkesempatan untuk mewakili Indonesia di ajang Internasional. Ketua Umum Pimpinan Pusat IPM Muhammad Khoirul Huda, mengatakan terpilihnya IPM sebagai OKP berprestasi 2015 diharapkan bisa memacu semangat kadef untuk terus berperan bagi kemajuan bangsa “penghargaan ini kami persembahkan kepada seluruh pelajar Indonesia dimanapun berada yang tiada henti membangun negeri dengan karya dan prestasi tanpa kenal lelah” ujarnya.

Program yang diajukan oleh IPM adalah Book On The Street yang merupakan kelanjutan dari program Rumah Baca dan gerakan Iqro yang pernah di canangkan oleh IPM sejak 2006. Program Book On The Street merupakan ikhtiar IPM untuk meningkatkan minat baca masyarakat dengan menghadirkan tempat baca di ruang publik. Atas keberhasilannya, IPM berhak mendapatkan uang pembinaan dari pemerintah sebesar Rp 40 juta. IPM juga akan mewakili Indonesia untuk mengikuti ajang ASEAN TAYO  (Ten Accomplished Youth Organization in Asean) mendatang.( By : PP IPM )

Surabaya - Jelang Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiiwil) se-Indonesia, yang akan digelar akhir bulan Desember 2015 ini, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), selenggarakan Seminar Nasional di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jawa Timur. Seminar ini mengankat tema “Politik Pendidikan di Era Jokowi”.  Ahad, (6/12).
Menurut Azaki Khoirudin (Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat IPM), Seminar ini bertujuan mengevaluasi 1 tahun kinerja pemerintah periode presiden Joko Widodo. Sebagai gerakan yang fokus di dunia pelajar IPM memandang penting untuk berbicara tentang pendidikan.
Lebih-lebih pada saat kampanye, Jokowi telah menjadikan Revolusi Mental sebagai alat untuk menarik simpati rakyat. Jika Jokowi serius dengan slogan Revolusi Mental, maka sudah seharusnya program-program Jokowi harus banyak diperioritaskan pada pendidikan. “Pelajar sering menjadi korban kebijakan, ganti menteri, ganti kebijakan” tuturnya.  Keadaan ini tak boleh dibiarkan,”tambah Azaki.
Seminar ini dibuka oleh Dr. Syamsuddin, M.Ag (Wakil Ketua Muhammadiyah Jawa Timur). Dalam sambutannya, ia berpesan kepada IPM sebagai generasi terdidik untuk bersikap kritis terhadap realitas sosial. Sebagai umat wasathan (tengahan) yang mampu menjadi penengah dan tampil sebagi generasi yang mampu menjawab tantangan umat, bangsa dan dunia, termasuk dunia pendidikan.
Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si (Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur) selaku pembicara pertama memulai dengan ilustrasi bahwa “Kemakmuran suatu bangsa tidak bergantung pada luasnya wilayah yang dimiliki bangsa tersebut, juga bukan pada kesuburan tanahnya. Kemakmuran suatu bangsa terletak pada jumlah pikiran yang terdidik dan moral yang tinggi.  Suatu bangsa yg jumlah penduduknya kecil ... bisa saja memiliki kemakmuran ygjauh lebih besar, serta memiliki kekuatan fisik dan moral yg lebih besar daripada bangsa besar jumlah penduduknya”.
Kegagalan pendidikansaat ini menurut Zainddin Maliki, diakibatkan beberapa hal seperti: moral dan mentalitas lemah, disiplin hilang, kecerdasan interpersonal lemah, disfunctional literacy karena gagal memberi 'pengetahuan  realitas', Illiterate, dan standart score test rendah. Baginya pendidikan yang baik, bukan bergantung pada kurikulum, tetapi dari pendidikan yang berangkat dari minat dan bakat siswa. Hingga ini Kemendikbud belum tuntas mengurus kurikulum. Pertanyaannya apakah Muhammadiyah tidak berani keluar dari kurikulum pemerintah? “Saya tidak percaya dengan Revolusi Mental,  Kalau evolusi mental baru ada, bagi saya mengubah mental  itu susah, lebih mudah mengubah fisik” tegasnya.
Zainuddin Maliki menawarkan beberapa solusi: pertama Membangun Masyarakat Pembelajar dengan memperbanyak toko buku dan perpustakaan. Kedua, mengembangkan pendidikan yang mendidik. Bukan sebaliknya pendidikan yang tidak mendididik.. Ketiga Transformasikan Survival Skillmenghadapi Abad 21/Era Globalisasi dengankurikulum progressive. Keempat, transfomasi Pendidikan Autentik, yaitu menajarkan apa yang ada dalam kehidupan (bukan hanya yang ada dalam kurikulum dan buku).Pendidikan Otentik dengan Pendidikan yang seolah-olah, dimana gurunya mengajar seolah-olah. Muridnya belajar seolah-olah. Jadi insinyur pun  yang seolah-olah.
Di sisi lain, sebenarnya program dan kinerja Jokowi mengamali paradok. Hal ini disampaikan oleh pembicara kedua Moh. Mudzakkir (Sosoiolog Pendidikan, yang juga Dosen Universitas Negeri Surabaya). Pada saat kampanye Jokowi memiliki Program Populis, yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai daya tarik politik kelas menengah ke bawah. Terdapat paradok di sini. Jika dulu SMK menjadikan Jokowi terkenal. Malah kini ada dalam visi misi Jokowi tidak ada untuk program SMK. Padahal SMK adalah kebutuhan riil untuk anak yang tidak bisa kuliah.
Selama ini “Pendidikan hanya sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan. Jangan heran jika ganti menteri, ganti kebijakan” tandas Moh. Mudzakkir. Pelajar dan dunia pendidikan selalu menjadi korban kebijakan yang salah. Misalnya problem karakter saat ini adalah terletak pada elit bangsa, politisi, akan tetapi malah pendidikan yang tidak salah menjadi obyek sasaran. Apartur negara yang tidak disiplin, malah rakyat yang disiplinkan. Pemimpin bangsa ini yang korupsi. Pelajar yang tidak bersalah menjadi korban kurikulum karanter dan pendidikan antikorupsi. Seharusnya yang dibereskan adalah elite negeri ini, bukan pelajar yang tak bersalah.
IPM Tentuharus menggalakkan danmeningkatkan tradisi membaca, pengadaan perpustakaan. Kalau komunis merebut alat-alat reproduksi. Maka IPM dengan paradigma kritisnya merebut alat produksi pengetahuan. Kampanye Buku, gerakan membaca.  Karena Revolusi Mental tak akan terjadi tanpa adanya budaya membaca dan literasi di masyarakat. (By : PP IPM)
PD IPM TANA TORAJA. Diberdayakan oleh Blogger.

Random Posts

News

Design

Popular Posts

Info Pelajar Indonesia

1. _____________

2. _____________

3. _____________

4. _____________

5. _____________